Mahasiswa dan Pembelajaran

Mahasiswa, berdasarkan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah orang yang belajar di perguruan tinggi. Selanjutnya menurut Sarwono (1978) mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan batas usia sekitar 18-30 tahun. Dari pengertian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa mahasiswa merupakan suatu kelompok dalam masyarakat yang memperoleh statusnya karena ikatan dengan perguruan tinggi. Mahasiswa juga merupakan calon intelektual atau cendekiawan muda dalam suatu lapisan masyarakat yang sering kali syarat dengan berbagai predikat.

 

Adanya tambahan kata ‘maha’, sebelum kata ‘siswa’ memberikan identitas yang berbeda bagi seorang yang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Mahasiswa, bukan lagi seorang siswa biasa yang menuntut ilmu di institusi pendidikan seperti di SD, SMP, ataupun SMA, seperti halnya yang pernah kita lewati. Identitas yang melekat pada seseorang yang sudah dianggap sebagai manusia dewasa muda yang memiliki pemikiran lebih luas serta tanggung jawab lebih atas dirinya dan orang lain. Sebuah identitas yang juga dibekali dengan berbagai potensi, kesempatan, serta kelebihan yang dimiliki sehingga membuat posisi mahasiswa mampu berada sedikit di atas masyarakat. Yang secara konseptual merupakan seorang yang menyadari tanggung jawabnya bukan hanya sekedar tanggung jawab akademis, namun juga tanggung jawab sosial, tanggung jawab moral, serta tanggung jawab kesejarahan. Keseluruhan tanggung jawab tersebut berada di dalam diri seseorang seiring berubahnya status dan identitas menjadi mahasiswa. Keseluruhan tanggung jawab tersebut merupakan konsekuensi logis dari identitas yang disandangnya yaitu sebagai mahasiswa. Oleh karena itu, seorang mahasiswa bukanlah lagi seorang individu yang hanya mementingkan kebutuhan dirinya sendiri tanpa memberikan kontribusi terhadap bangsa dan negaranya.

 

Sebagai insan akademis, mahasiswa seharusnya menjadi individu yang kompeten dalam bidang akademis dan juga non-akademis secara luas agar dapat mengemban tanggung jawabnya di masyarakat dengan baik pada masa yang akan datang. Dari aspek akademis, tuntutan peran mahasiswa hanya ada satu, yaitu belajar. Sedangkan konsekuensi dari identitas mahasiswa dalam aspek non-akademis merupakan turunan dari proses belajar. Karena bagi seorang mahasiswa, belajar merupakan tugas utama.

Banyak hal yang dapat diperoleh ketika seorang mahasiswa berada di ruang kuliah ataupun di laboratorium. Berbagai ilmu dan aspek kognitif/ hard skill akan didapatkan di sana. Namun, tidak semua hal dapat dipelajari di ruang kuliah atau di labolatorium. Sangat banyak hal yang juga harus kita pelajari diluar ruang perkuliahan, dan salah satu wadah utama yang menyediakan kebutuhan tersebut adalah organisasi. Organisasi kemahasiswaan diantaranya, yang dengan luar biasa dapat memberikan kesempatan kepada kita untuk melatih diri dalam berbagai aspek. Aspek kepemimpinan, manajemen organisasi, team building, networking & interaksi dengan sesama manusia dapat di bangun di dalamnya. Organisasi juga merupakan tempat kita mengaplikasikan ilmu yang kita peroleh di ruang kuliah/ laboratorium, seperti halnya pada organisasi kemahasiswaan berbasis keprofesian (baca: himpunan). Oleh karena itu, untuk dapat mencapai hal tersebut, maka selain terus berupaya mengembangkan diri menjadi individu yang berkualitas sebagai calon sarjana, maka mahasiswa juga dituntut untuk mengembangkan diri dalam hal soft skill sehingga kedua aspek tersebut (akademik dan non-akademik) dapat digunakan sebagai modal untuk bergerak dalam menata kehidupan bangsa.

 

Organisasi kemahasiswaan adalah sarana pembelajaran dan pengembangan diri dari seorang mahasiswa ke arah peningkatan wawasan, keintelektualan serta integritas kepribadian yang disiapkan untuk menjadi anggota masyarakat yang seutuhnya, yang dapat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat sekitar. Mengingat bahwa posisi mahasiswa juga berada di tengah masyarakat, maka sudah seharusnya mahasiswa juga dituntut untuk peduli, sadar dan merasakan kondisi nyata masyarakat sekitar serta mengekspresikan rasa empatinya tersebut dalam suatu gerakan nyata.

 

Sejatinya, kampus dapat digambarkan sebagai model dari masyarakat sesungguhnya karena memiliki kemiripan kompleksitas  permasalahan serta struktur sosial dengan masyarakat sebenarnya. Sehingga dapat menjadi ajang simulasi yang baik bagi mahasiswa untuk mendapatkan bekal ketika benar-benar terlibat ke masyarakat yang sesungguhnya. Oleh karena itu, memang diperlukan seorang mahasiswa untuk beraktifitas dalam kemahasiswaan, dimana aktifitas kemahasiswaan adalah tahapan seorang mahasiswa menimba ilmu dan pengalaman semasa kuliah. Serta merupakan aktualisasi dirinya dalam rangka pembelajaran guna diaplikasikan di kehidupan pasca kampus.

Tinggalkan komentar